Awal perjumpaan ku
dengan buku, aku tidak tau persis kapan waktunya. Dilahirkan dengan kecerdasan
yang (sedikit saja) diatas rata-rata, membuatku cepat membaca. Usia TK (3 – 4
tahun) aku sudah lancar membaca. Saat itu aku gemar sekali membaca buku-buku
yang ada di sekolah ku. Pada umumnya buku yang berwarna-warni, memiliki gambar
yang menarik. Usia SD, aku sudah melahap semua majalah langganan kakak-abangku.
Saat itu kami berlangganan Bobo dan Donal Bebek. Biasanya aku membacanya di
pojok rumah yang sepi, tanpa ada yang mengganggu. Saat itu jumlah majalah kami
sudah lebih dari 1 lemari, aku bisa membacanya berkali-kali. Wajar ada beberapa
cerita yang ku ingat sampai sekarang, misalkan saja salah satu cerpen/dongeng
yang sangat menempel di kepalaku dengan istilahnya “Ting gegenting, perut ku
sudah genting mau makan sudah lapar”.
Selain majalah Bobo, aku juga suka membaca buku pelajaran
Bahasa Indonesia. Setiap bacaan di bukunya, aku baca sampai habis. Tidak mengherankan
jika pelajaran Bahasa Indonesia, aku seperti mengulang kembali apa yang sudah
ku baca, karena memang semuanya sudah ku baca. Bukan hanya buku pelajaran ku,
tapi juga buku abang dan kakak ku, atau kadang adik ku. Sekedar bernostalgia
dengan bacaan-bacaan ku sebelumnya.
Beranjak SMP, bacaan masih belum banyak berubah, Bobo dan
Disney. Kebetulan rumah dekat dengan Gramedia Gajah Mada Medan, jadi kadang
sering kesana untuk sekedar membaca buku-buku tentang Biografi. Yah, aku memang
sedari kecil suka dengan Sejarah. Buku di Negara ini cukup mahal, jadi untuk
membelinya harus mempunyai uang yang lebih. Bacaan yang berpengaruh dan sedikit
merubah sudut pandangku adalah, aku membaca novel “Sidney Sheldon – Kincir Angin
Para Dewa”. Novel berbau dewasa, tapi alur ceritanya tidak biasa menurut ku
pada saat itu. Selain itu, aku juga membaca novel stensilan, milik anak kos
kami. Diawali dengan rasa penasaran banyak novel stensilan dikamarnya. Aku coba
membaca satu, dan keterusan untuk membaca yang lainnya. Tentu saja ini tanpa
diketahui sang pemiliknya. Wah, ini yang paling parah menurutku. Tapi aku tak
pernah berhenti untuk membacanya.
Di SMA, Bapak masih saja berlangganan Bobo, bukan majalah
remaja lainnya. Selain itu, Mama juga punya majalah ibu-ibu, misalkan saja
Femina dan Kartini. Tentu saja itu sudah aku baca semuanya dan beberapa karya
Mira W aku baca saat SMA. Isi perpustakaan juga sudah aku baca beberapa, yang
paling aku ingat adalah “Tenggelamnya Kapal van Der Wijk” yang setelah aku
dewasa, ceritanya diangkat ke layar lebar. Koran juga tidak luput dari
bacaanku, tapi aku biasanya tidak membaca soal Politik atau Ekonomi. Itu sangat
membingungkan menurutku. Saat SMA aku juga menyukai buku Fisika, khususnya luar
angkasa. Buku-buku pelajaran Fisika ku sangat sedikit menceritakan/menjelaskan
tentang keinginanku. Lagi-lagi aku jalan ke Gramedia hanya untuk sekedar baca
yang ingin ku tahu.
Dirumah cenderung buku yang ada buku soal Ekonomi, karena
kebetulan Bapak seorang guru Ekonomi dan dia juga pernah menulis buku pelajaran
Ekonomi untuk SMA. Untuk membeli sebuah buku, aku perlu menabung dulu. Aku ingat,
buku yang pertama ku beli adalah buku Harry Potter. Bapak sedikit marah karena
menurutnya buku itu tidak terlalu bermanfaat.
Pada saat kuliah, aku sudah punya uang jajan sendiri dan
mau ga mau harus manage keuangan sendiri. Pernah pada suatu saat, buku Harry
Potter baru saja luncur. Pada saat itu uang menipis, tapi sangat ingin beli. Dengan
pikiran pendek, aku langsung ke Gramedia mempertaruhkan uang bulanan yang
pas-pasan. Habis dari Gramedia, segera saja aku lahap tuh buku. Sehari semalam
tidak keluar kosan hanya untuk menyelesaikan bacaannya. Bagaimana dengan makan?
Aku ga akan ingat kalau bukan ibu warung depan kosan tidak mengingatkan. Selesai
membaca bukunya, aku lirik buku Harry Potter seri-seri sebelumnya, dan lagi-lagi
aku didalam kamar ga kemana-mana. Ga kuliah, ga hangout bareng teman. Selain itu aku juga sangat sulit dihubungi,
sms ga di bales (pada saat itu masih bisa smsn saja, belum ada Whatsapp, BBM,
Line atau lainnya) telepon ga diangkat, baik dari orangtua atau teman. Hampir seminggu
aku “mendem” dikamar, hingga akhirnya sahabat ku Ridho datang ke kos dan
mengajak ku keluar, makan katanya. Tanggapan Ridho pertama kali saat bertemu
aku saat itu,”kuning kali muka mu, Ni. Uda ku duga kau pasti mengautis di kamar
makanya ga keliatan dan ga bales sms”. Hahahaha… Itu bukan pertama dan terakhir
ku lakukan. Sampai saat ini pun masih.
Aku juga pernah beli buku loak di pasar. Dan itu pertama
kalinya aku sadar kalau buku bagus juga banyak dijual bekas. Ga jarang aku borong
bukunya, Doraemon dan Goosebumps yang paling sering aku borong. Karena untuk
melengkapi serinya yang belum lengkap. Karena berkat beli di pasar loak inilah,
koleksi buku ku menumpuk banyak. Jika diakumulasikan (yang tercecer dan yang
lupa dikembalikan) mungkin ada 1 lemari besar.
Selain berburu di pasar loak, aku juga suka berburu
diskonan atau pameran buku. Biasanya harus sabaaaaaarrr banget kalau untuk cari
buku bagus saat diskonan. Kadang aku juga dihadiahi buku oleh senior atau
kerabat atau pada saat kegiatan seminar dan pernah juga dapat buku dari
Gramedia karena menang lomba. Untuk kegiatan seminar, tidak semua buku yang ku
baca, karena cenderung buku yang dibagikan adalah berbau motivasi. Aku paling
tidak suka buku tentang motivasi dan sejenisnya. Menurutku itu hanya
melambungkan angan ku saja, bukan mengajak ku berpetualang.
Aku juga pernah membaca buku-buku mengenai Investasi. Ini
ilmu yang sangat luar biasa menurutku diantara semua bacaanku. Referensi buku
yang ku baca cukup banyak, dan waktunya juga tidak terbatas. Apa yang tidak ku
sukai, menjadi sedikit ku pahami setelah memiliki kesempatan ini. Selain itu,
aku juga mulai membaca buku filsafat dan politik. Yang belum aku sentuh sampai
saat ini adalah buku mengenai hukum dan kedokteran. Ini bacaan cukup berat
menurut ku.
Dari semua jenis buku, aku lebih suka baca Novel (fiksi
dan non fiksi) dan buku Sejarah. Untuk Sejarah, aku sangat menyukai Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Karena sejarah bangsa ini banyak yang ditutupi,
makanya ketika “menemukan” hal baru, aku akan sangat bergairah. Biografi juga
aku suka, Sukarno, Inggit Ganarsih dan Nelson Mandela adalah favoritku. Kegemaranku
akan membaca, membuatku menjadi satu-satunya anggota keluarga ku yang
menggunakan kacamata. Dulu aku sering membaca sambil tiduran dan dengan
penerangan seadanya. Dan kalau sudah tertarik dengan 1 buku, maka akan dibaca
sampai tuntas, dan mengesampingkan kepentingan lainnya. Wajar jika minus mata
sampai 2,75 (saat ini Mei 2016).
Membaca adalah kegemaranku, buku adalah alatnya. Berusaha
untuk tetap bisa untuk membaca buku. Apa saja, bukan harus bacaan yang disuka. Karena
melalui buku, kita bisa mengenal dunia. Dan melalui tulisan, kita bisa dikenal
dunia (aku juga suka menulis, lain waktu aku akan bercerita bagaimana hubungan
ku dengan dunia menulis). pag