20
Juni, hari yang cukup penting buatku. Saat aku pertama kali mengenal orang
(yang sekarang hanya tinggal kenangan) yang sangat mengubah hidupku, sekitar 6
tahun lalu. Peristiwa penting itu aku coba refleksikan dengan tidak menggunakan
gadget sama sekali. Mengingat bagaimana dulu pentingnya gadget dalam menjalin
komunikasi antara kami yang kebetulan berbeda pulau. Bagaimana dulu kami saling
rindu dan rindu itu bisa sedikit terobati hanya dengan menelepon, chatting,
atau hanya sekedar sms. Pentingnya gadget pada saat itu aku coba balikkan,
penting tidak gadget saat ini?
Gadget
sangat penting dalam kehidupan sehari-hariku. HP yang dapat mengakses internet
pertama sekali yang kupakai adalah Motorola, kemudian NOKIA (lupa tipenya, tapi
yang hurufnya ngelingker gitu), ganti ke Sony Ericson, Nokia N82, Blackberry,
Nokia, Blackberry dan Tablet. *sebagian besar Hpnya hilang karena ketinggalan.
Fungsinya pada saat itu untuk chatting (dulu ada program namanya Mig33) atau
buka fb. Namun saat ini fungsinya sudah sangat beragam.
Aturan
pertama dalam refleksi ini adalah, tidak ada komunikasi atau sekedar mengintip
sosial media. Baik melalui HP, BB, Tablet, maupun melalui internet. Dalam hal
ini, saya tidak boleh mengakses sms,telepon, bbm, Line, Whatsapp, Path,
Instagram, Twitter, Facebook, dll. Aturan kedua, jika memang penting sekali,
silahkan temui orang tersebut secara langsung. Atau minta orang lain yang
menghubungi.
Bangun pagi, tanpa sadar hal
yang kupegang pertama sekali adalah HP. Untuk sekedar mengecek bbm yang masuk,
isi Timeline di Twitter dan Notification di Facebook. Tapi tidak untuk saat
ini,HP dibiarkan dalam kondisi lowbat. Menonton dan mencoba mencari kesibukan
agar tidak terfokus dengan gadget. Tapi, masih berasa cukup berat. Apalagi aku
punya rutinitas bbmn dengan seseorang yang jauh disana yang sangat spesial,
sekedar bertanya kabar atau sharing. Namun kali ini rutinitas itu tidak dapat
dilakukan.
Aku coba mencari kesibukan
dengan mengatur Plan untuk pulang ke Bogor naik KRL. Hal biasa yang aku lakukan
saat didalam KRL adalah sibuk dengan gadget. Sekedar bbmn atau membaca Timeline
dan headline news hari ini. Namun untuk refleksi kali ini, aku mencoba
mengamati sekelilingku. Di stasiun, banyak orang yang berlalu lalang dan
sebagian besar tidak lepas dari gadgetnya. Ada yang mendengarkan musik lengkap
dengan headsetnya, bermain game, berkomunikasi, atau menggunakan media sosial.
Tidak berbeda jauh denganku. Didalam KRL juga tidak jauh berbeda, pemandangan
orang yang sibuk dengan gadgetnya adalah hal biasa. Hampir kemanapun aku
memandang, pasti ada orang yang sibuk dengan gadgetnya. Tapi aku juga melihat
banyak aktivitas lain. Ada yang membaca, tidur sambil mangap (suka ketawa kalau
liat orang tidur sambil mangap di tempat umum), tidur tapi memakai masker (aku yakin pasti sambil mangap juga
hanya saja ketutup masker), ada yang ngobrol sambil cekikikan, ada yang becanda
dengan lawan jenisnya (sepertinya mereka pacaran, buat iri saja...), ada juga
yang cuek dengan kondisi sekitarnya dengan asyik ngupil.
Sedikit
berbeda jauh memang dengan kondisi saat pertama kali naik KRL. Didalam sangat
meriah, ada yang ngamen, jual dagangannya, ga pernah sepi. Dan yang paling
kontras perbedaannya adalah, saat semua orang sudah memiliki gadget sendiri di
sakunya, sehingga mereka punya ‘dunia’sendiri untuk membunuh rasa bosan saat
menunggu KRL sampai tujuan.
Sampai dirumah, sudah mulai
berasa bosan tidak ada megang gadget seharian. Rindu sama Dia, bagaimana
kabarnya? Kok bbmnya sama sekali ga ada? (hari sebelumnya memang sudah bilang
tidak usah bbm dulu, karena mau nyepi) Bagaimana kabar Twitland? Ada Twitwar ga
hari ini? Bagaimana perkembangan Pilpres? Ada perkembangan baru tidak?
Bagaimana kabar Konas GMKI? Sudah ada yang bakal berangkat? Bagaimana kabar kawan-kawan
yang lain? Semua pertanyaan itu mondar-mandir dikepalaku, ingin melanggar
janji, tapi harus komitmen.
Hingga akhirnya aku berhasil
melalui hari ini dengan sukses walaupun tidak penuh (karena rindu tak tertahan,
jam 9 malam akhirnya aku menanyakan kabarnya yang ternyata dia juga merindu).
Ada beberapa poin penting yang aku ambil dari refleksi yang kubuat ini.
- Aku tak bisa hidup tanpa gadget
- Ga bisa mengakses gadget, informasi akan ketinggalan.
- Gadget membuat semuanya lebih mudah, namun belum tentu indah.
- Rindu bisa berkurang dengan komunikasi. Dibantu dengan gadget.
- Dengan gadget kita bisa lebih baik. Namun akan semakin buruk jika kita tidak bisa memanfaatkannya.
- Jangan sampai gadget merusak hubungan sosialmu.
- Gadget yang mahal dan canggih tidak akan berguna jika gadget lebih pintar dari yang punya *otokritik*
Demikian
ceritaku yang berusaha untuk tidak ketergantungan dengan gadget (walaupun hanya
sehari). Mungkin kawan-kawan bisa mencobanya, merasakan apakah gadget itu
sangat penting dalam kehidupanmu atau hanya sebagai pelengkap saja.