Antara Jabatan atau Pengabdian.


Kadang Jabatan menjadi suatu tolak ukur yang penting buat kita ketika kita menjalani suatu Organisasi. Ketika kita punya nama atau jabatan yang penting didalam Organisasi itu, kadang kita memiliki keuntungan yang lebih daripada hanya sebagai anggota biasa. Namun, apakah kita bisa mempertanggungjawabkan Jabatan itu? Apakah kita bisa menjadi panutan buat anggota kita? Atau bahkan kita hanya mengincar jabatan tersebut untuk menambah CV, atau supaya kita kelihatan penting.

Arti kata pengabdian itu sendiri adalah, mengabdi tanpa pamrih dan balas jasa. Seorang hamba baru bisa dikatakan mengabdi jika ia berbuat sesuatu bagi Tuannya tanpa mengharapkan balas jasa. Matius 25:14-30 menggambarkan dengan jelas arti pengabdian. Hamba yang menjalankan modal tuannya disebut sebagai hamba yang baik dan setia. Tetapi hamba yang tidak mau mengabdi, dipecat dari jabatannya.

Seorang pemimpin dibentuk dari komitmen pada pengabdian pribadi untuk kepentingan orang banyak dan menjadikan dirinya sebagai waktu dan ruang untuk berkembang buat keberhasilan total dari semua orang. Sebagai pemimpin yang bijaksana, pastilah harus mampu menjadi pusat gerak yang memungkinkan semua misi kepemimpinannya bergerak kearah tujuan yang tepat dan benar. Seorang pemimpin harus mampu mengendalikan nafsu dan ego pribadinya. Seorang pemimpin harus bisa menjunjung tinggi nilai etika dan nilai positif dari dalam dirinya. Seorang pemimpin seharusnya tidak bimbang dan ragu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab semasa dia memimpin.

Bahkan ada beberapa dari kita yang menjadikan pengabdian dari masa kepemimpinan kita menjadi pencaharian hidup. Pola pikir itu berlaku umum di kalangan para pejabat yang menjadikan negara sebagai tempat bekerja, mencari rejeki dan mengambil keuntungan. Bekerja di instansi pemerintahan dimaknai oleh pejabat publik sebagai usaha strategis untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tidak heran jika seorang pejabat memiliki tingkatan taraf hidup yang drastis daripada rakyat yang lebih sering dituntut untuk memenuhi kewajibannya daripada dipenuhi haknya..

 Ketika aku didukung seorang sahabat untuk menjadi seorang pemimpin didalam suatu organisasi didalam suatu pemilihan, aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku sanggup menjadi seorang pemimpin yang sebisanya menjadi seorang pemimpin yang bijaksana? Namun sepertinya walaupun aku punya pertanyaan seperti itu, aku mendapat jawaban sendiri. Kau jangan memimpin dulu, mungkin bisa kau jadikan kemauanmu itu menjadi sebuah pengabdian. Pengabdian bukan hanya dimiliki oleh seorang pemimpin. Hanya saja, pengabdianku juga bukan diwadah itu. Aku di tempah untuk mengabdi di ruang lingkup yang lebih luas. Hadapi dulu era global dan kemudian kau akan menerapkan di area lokal. Mungkin itu yang dituntut dariku pada saat itu. Hingga akhirnya aku mengabdi tanpa mempunyai jabatan, dan aku seperti mempunyai kekuasaan yang tak terlihat.