Penguasaan Diri

Baru-baru ini aku mengalami peristiwa besar. Peristiwa dimana aku tidak mendapatkan yang aku inginkan, yang aku impikan, yang aku cita-citakan. Peristiwa yang tidak dapat ku capai karena tidak ada dukungan. Hal yang diluar akal ku, dimana aku berfikir jika orang-orang di sekitarku juga mengasihiku seperti aku mengasihi mereka. Entahlah, mungkin aku salah berharap.
Aku merasa minder setelahnya, aku tidak banyak berinteraksi dengan orang-orang, baik di dunia nyata atau media sosial. Aku memilih mengurung diri di kamar ku yang nyaman, menikmati aku yang sendiri dan menyepi. Ingin berbagi, rasanya tidak akan ada yang bisa memahami. Pasti yang kudapatkan hanya keprihatinan. Seperti kebanyakan orang-orang alami.
Satu hal yang ku pelajari dari peristiwa ini adalah, “pengendalian diri”. Jika kita diajarkan di Alkitab bahwa adanya buah roh yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri. Hal paling akhir adalah penguasaan diri, suatu hal yang sering sekali ku abaikan. Beberapa kali aku berfikir, penguasaan diri adalah hal yang tidak sulit dilakukan, jadi tidak untuk diseriusin. Aku merasa bahagia, dan tidak perlu pengendalian diri.
Pengendalian diri menjadi suatu hal yang penting. Ketika kita menginginkan sesuatu, kita akan berusaha mati-matian untuk mencapainya. Banyak orang yang melakukan berbagai cara, baik dengan cara yang wajar atau diluar akal sehat. Hasilnya? Banyak yang puas dan ada yang menyesal. Kita terlalu memaksakan apa yang kita inginkan, walaupun kita tau hal tersebut tidak terlalu baik untuk kita. Demi suatu hasrat dan harga diri.
Persetan dengan harga diri. Saat ini banyak orang yang tidak memiliki harga diri, didukung oleh hasrat yang tidak akan puas untuk dipenuhi. Harga diri dikorbankan, tetapi gaya hidup dijunjung tinggi. Tidak seimbang. Penguasaan diri berhubungan dengan harga diri. Toh saat ini orang banyak yang “cerdas” yang mampu menilai. Lagian, banyak juga orang yang tidak terlalu acuh dengan apa yang terjadi dengan hidup mu.
Disaat mimpi ku tak tercapai, aku bercerita dengan keluarga ku. Mereka mengerti, mereka paham, mereka menghibur, mereka mencari solusi. Aku merasa tidak terlalu jauh dan rendah diri. Yang perlu ku lakukan adalah berbenah hati, walaupun sebenarnya sedang males untuk beres-beres. Untuk bisa menerima hasil dengan lapang dada adalah, dengan cara penguasaan diri. Kita bisa memaafkan orang lain, khususnya diri kita sendiri. Melupakan penyesalan yang mungkin akan berpengaruh dengan cara pandang mu.
Saat ini aku sudah bisa tersenyum dan menerima apapun yang terjadi sebelumnya. Aku sudah bisa bertemu dengan orang-orang yang telah membuat keputusan yang salah. Aku memaafkannya, tapi aku belum bisa melupakannya. Penguasaan diri dibutuhkan untuk jangka panjang. Aku tidak ingin disaat aku mampu, aku akan meminta mereka untuk memperbaiki hal yang sudah berlalu. Padahal aku sendiri tau, hal yang tidak bisa diulangi adalah waktu.
Semoga dengan menuliskan yang terjadi sebelumnya, bisa menjadi bagian dari penguasaan diri. Hati lebih bersih, kepala menjadi kosong. Memaafkan dan tidak untuk mendendam. Semoga.