Demi Ucok Movie

            Sedikit penasaran ketika banyak cerita positif dan menggelitik di Media tentang film ‘Demi Ucok’, mampu meringankan langkah untuk pergi ke Bioskop terdekat dan menontonnya. Film yang bergenre Drama Komedi ini bercerita tentang seorang perempuan Indonesia modern yang ingin mengejar mimpi tapi disuruh-suruh kawin oleh emaknya. Film ini berisikan dialog yang segar dan terasa sekali nuansa Indonesianya. Bukan seperti film Indonesia belakangan ini dengan gambar yang indah dan kata-kata gombal.
            Semula bermula dari mimpi. Mak Gondut yang saat muda bermimpi ingin menjadi artis harus pupus impiannya setelah menikah dan mengurus anak. Namun tidak demikian dengan Gloria Sinaga. Dia berusaha mengejar mimpinya, membuat film. Namun Mak Gondut sedikit khawatir dengan kondisi anaknya yang belum menikah padahal sudah berusia 29 tahun. Dengan cara apapun, Mak Gondut mencarikan jodoh buat anaknya, dengan memanfaatkan jaringannya yang luas. Namun Glo ngotot belum mau kawin dan justru sering ribut dengan Mak Gondut.
“Kawin dulu lah kau, baru kejar mimpi-mimpi…”
“Ga mau, Glo  ga  mau hidup menjadi sia-sia. Glo mau mengejar mimpi.”
“Egois sekali itu, hidup harus untuk sesama. Baru itu namanya hidup yang berarti.“
            Begitu salah satu cara mak Gondut menyarankan Gloria untuk menikah. Kutipan dialog diatas menggambarkan perselisihan antara Ibu dan anak yang menjadi inti dari konflik film ini dari awal sampai akhir. Konfliknya terlihat sederhana, namun sangat mengena di kehidupan banyak orang. Mulai dari kita sebagai anak muda yang asyik dan berusaha untuk mencapai mimpi-mimpinya, sementara orangtua terus mempertanyakan soal jodoh.
            Film ini berlatar belakang budaya Batak yang menjadi daya tarik tersendiri dari film ini. Ditampilkan bukan sekedar penggunaan bahasa atau beberapa tampilan tari tor-tor, tapi juga sejumlah pandangan hidup yang bisa jadi sangat menggelitik.
“Kenapa sih harus sama orang batak “ tanya Glo ketika Mak gondut menyarakan dia untuk segera menikah dan harus dengan sesama batak.
“Ibarat anjing, kalau ras nya sama, keturunannya akan baik. Seseorang dilihat juga dari keturunannya,” kata Mak Gondut.
Ada juga adegan yang mungkin butuh nalar penontonnya karena menyinggung kalangan tertentu. Terlihat dari beberapa kutipan kalimat berikut,
“Hantunya harus lebih sering. Kalau perlu setiap beberapa menit.” Atau,
“Orang Indonesia malas mikir, jadi kalau mau buat film jangan ajak penonton berfikir”.
Kalimat diatas sangat jelas menggambarkan kalau perfilman Indonesia monoton, dan gampang. Tidak perlu memikirkan kejutan, hanya menampilkan hantu disetiap sesinya sudah dianggap kejutan.
            Film ini mengangkat cerita yang telah akrab sehingga terasa sangat menarik, lantaran mengena dan dekat dengan keseharian banyak orang. Melalui dialog yang lincah dan segar, karakter-karakter yang menarik serta rasa akrab antara Mak Gondut dan Glo sehingga dapat membuat penonton seperti menertawakan diri sendiri.


'Hidup itu cuma 2 alasan, takut atau cinta. Kalau takut, berarti salah jalan', (Demi ucok).








Bermakna di akhir Tahun

Wuih, sudah tahun baru saja. Banyak yang sudah dilewati di tahun sebelumnya. Buatku sendiri, tahun 2012 merupakan tahun terkelam yang pernah kualami dari tahun-tahun sebelumnya. Dimulai dari awal tahun. Aku harus menghadapi masalah besar dari orang-orang yang tak bertanggung jawab yang hampir merampas sebagian hidupku, akibatnya aku harus menahan sakitku. Sakit hati, sakit fisik, untung saja belum sakit jiwa. Untung saja aku masih punya sahabat dan keluarga yang setia selalu mendengar keluh kesahku dan juga membantu mencari jalan keluar. Aku juga kehilangan orang yang paling kucintai. Bapakku, Sy. Drs. Lormantua Girsang. Tutup usia 52 tahun pada tanggal 25 Oktober. Aku bagai mendapatkan kiamat kecil pada saat itu. Beban dipundakku semakin berat ketika cita-cita yang kami ukir bersama harus sirna bersamaan dengan kepergiannya.
Selain itu, ada beberapa hal baik yang kualami sepanjang tahun 2012. Diantaranya aku sudah ke Manado, walaupun aku belum sempat bercerita pengalamanku ke bapak. Selain itu di penghujung akhir ini aku dapat hal yang ‘berbeda’ dari tahun sebelum-sebelumnya menurutku. Diantaranya, Ketika aku mencoba berlari dari kenyataan, aku justru mendapat sebuah pelajaran, kenyataan lebih indah dan menantang daripada sebuah pelarian. Ketika aku merasa sudah cukup dengan orang-orang yang kupunya, ternyata aku salah besar. Aku masih punya orang-orang yang mungkin selama ini dekat denganku, dan aku mengabaikannya. Ketika aku berfikir mencintai sebuah hal yang rumit, tapi sebenarnya mencintai itu hal yang sederhana. Ketika aku mencintai seseorang dengan cara yang sederhana, tapi seharusnya kita mencintai dengan hal yang rumit. Intinya, mencintai tak serumit yang kita pikirkan tapi tak sesederhana yang kita lakukan.
Hal-hal kecil diatas kudapat ketika aku berada dalam pelarian dan tak sengaja menyelami kehidupan seseorang di penghujung tahun ini. Mulai dari pandangannya terhadapku ketika pertama kali bertemu dulu, sampai soal kehidan cintanya yang menurutku sederhana, tapi dia melakukan tidak dengan cara yang sederhana. Hal-hal kecil tapi bermakna yang kudapat dari dia:

1                1.    Sahabat belum tentu mereka yang kau anggap sahabat
      Aku punya 4 sahabat yang kebetulan pria semua. Dengan keberadaan mereka, aku merasa cukup. Aku sedikit mengabaikan orang lain yang mungkin juga care terhadapku melebihi ke-4 orang ini. Misalkan saja, aku punya teman dikampus. Dia anggap cuma aku perempuan seangkatan dia yang bisa dia andalkan. Tapi aku suka mengabaikan dia. Menganggap itu hal biasa dari sebuah pertemanan. Tapi justru ketika dia PDKT sama cewek sampai dia jadian, dia bercerita pertama kali kepadaku.  Dia jarang datang ke sidang/seminar kawan seangkatan. Tapi untukku dia malah menanti. Yah, mungkin dia juga bisa dianggap sahabat kan?

Ada juga ketika aku suntuk dengan tiket sarjanaku (Re: skripsi), aku berlari dari kenyataan untuk sementara. Siapa yang menemaniku berlari? Yah, dia salah satu yang kuabaikan. Yang sekarang justru aku merasa mendapat pembelajaran. Ketika kekasihnya keberatan dengan keberadaanku saat bersamanya, dia justru merasa itu hal yang wajar. Dia kasih pengertian kekasihnya, dia lebih dahulu mengenalku jauh sebelum dia mengenal kekasihnya. J

Sebaliknya justru terjadi dari mereka yang kuanggap sahabatku, ketika salah satu sahabatku punya kekasih, aku bagaikan disisihkan dan diabaikan dengan alasan, aku tak mungkin berdampingan dengan kekasihnya pada saat itu. Lama-kelamaan tercipta jarak. Bukannya menciptakan kejernihan, justru menciptakan kekeruhan.

Hal penting yang kudapat, bukan berarti mengabaikan mereka yang selama ini kuanggap sahabat, tapi ternyata ada orang yang selain mereka sahabatku yang ternyata peduli samaku. Aku tidak harus cukup puas dengan mereka yang kumiliki sekarang, tapi ada juga orang lain yang merasa memilikiku. Mungkin posisinya bisa sama dengan sahabatku buatku.

2               2.    Kenyataan lebih indah daripada sebuah pelarian.
      Pelarian, hal yang paling sering kulakukan sampai kuliahku terbengkalai sampai sejauh ini. Ketika aku jenuh dengan apa yang kulakukan sekarang, aku mencari suasana baru. Bogor, Jakarta, Jogja, Purwokerto, tempat yang sering kujadikan pelarian. Betapa tidak sadarnya aku dengan waktu yang terbuang percuma pada saat itu. Beda dengan dia yang mencoba mencari tujuan hidup dengan sisi idealisnya. Bukan dia tak mampu, tapi dia tak mau. Tak mau harus menjilat dan merasa direndahkan orang lain. Beda denganku yang kemana arah membawaku, kesitu aku akan melangkah. Ikut arus namanya. Kalau kata Sujiwo Tejo, Yang ikut arus hanya sampah dan kotoran. Aku masih tidak terlalu berani ambil sikap dan kebijakan.
Misalkan, aku sekarang punya kedudukan, yang mungkin tidak seberapa. Aku harusnya bisa memposisikan kedudukanku sebagai kenyataan, bukan cuma sekedar pelarian. (Yah, rahasia pribadiku kenapa aku mengganggap selama ini kedudukanku sebagai pelarian. J )

3            3.    Mencintai tak serumit yang kita pikirkan tapi tak sesederhana yang kita lakukan.
             Ketika ku mendengar ceritany tentang betapa kecewanya dia terhadap kekasihnya, hal pertama yang ada di pikiranku, kasihan dan konyol. Kenapa kita harus kecewa berlarut-larut? Kenapa harus sampai membencinya, padahal dia yang dulu dicinta? Dan yang lebih konyol lagi, dia menceritakan kisahnya ke banyak orang yang menurutku akan banyak orang yang merasa dia itu korban cinta dan bodoh sekali. Tapi itulah caranya. Dia mencintai dengan caranya yang sederhana, tapi sebenarnya rumit bagi yang dia cintai.
             Aku pernah mengalami hal hampir sama seperti dia. Aku sulit melupakan orang yang telah menyakitiku. Sampai-sampai aku mencari pelarian untuk melupakannya. Beda dengan dia yang bukan mencari pelarian, justru menikmati sakit hatinya dengan beberapa atau mungkin banyak orang disekitarnya. Mencintai tak serumit yang kita pikirkan, mencintai hanya soal sederhana. Kau mencintai dia apa adanya, bukan karena cantiknya ataupun hebatnya.

Itu beberapa hal yang kudapat dari dia dipenghujung tahun ini. Saat ini dia sedang bertapa mencari wangsit dan petunjuk di kota tempat dia dibesarkan. Semoga dia segera mendapat petunjuk dan segera kembali ke kotanya yang lain saat dia pernah meraih cita dan cintanya.

Banyak hal yang bisa kaudapatkan. Darimana saja, siapa saja, atau kapan saja.