Review film – Cart (2014)




            Awalnya sih nyari film yang dibintangi oleh D.O Kyungsoo – EXO (bias ku di EXO adalah D.O – fans pemula), eh tapi ngerasa film ini bagus, ada pesan moralnya karena mengangkat masalah sosial. Film ini menceritakan seorang perempuan bernama Sun Hee, ibu dari 2 anak, Choi Tae Young (D.O Kyungsoo) dan adik perempuannya. Sun Hee bekerja di sebuah supermarket selama lebih dari 5 tahun. Selama bekerja, status Sun Hee hanya sebagai karyawan kontrak walaupun Sun Hee sudah bekerja keras hingga lembur (uang lembur pun tidak diberikan oleh perusahaan).
            Konflik pun dimulai ketika direktur perusahaan memutuskan untuk memutuskan kontrak kepada sebagian besar karyawan dikarenakan pemotongan anggaran. Sun Hee menjadi salah satu dari sekian banyak karyawan yang kontraknya diputus. Sun Hee bingung ketika dihadapkan dengan kebutuhan yang banyak dan akan kehilangan pekerjaan, belum lagi Tae Young membutuhkan biaya untuk darmawisata sekolah sebagai syarat kelulusan.
            Awalnya Hye Mi seorang karyawan juga yang bekerja di bagian kasir sama seperti Sun Hee bersama Soon Rye seorang petugas kebersihan, membuat gagasan untuk dapat berdialog dengan pimpinan perusahaan. Maka dibentuklah serikat buruh diantara karyawan kontrak, dengan Hye Mi, Soon Rye dan Sun Hee sebagai pemimpinnya. Sun Hee awalnya ragu, karena merasa tidak berpengalaman dalam hal tersebut, namun atas desakan rekan-rekannya, Sun Hee bersedia menjadi pemimpin.
            Pemimpin perusahaan menolak untuk berdialog dengan pemimpin serikat buruh di perusahaan tersebut. Serikat buruh akhirnya melakukan aksi mogok kerja hingga akhirnya menduduki supermarket dan melakukan aktivitas sehari-hari di dalam supermarket (makan, memasak, tidur dan berbincang). Mereka saling berbagi atas keluh kesah selama bekerja. Ada juga yang mengeluhkan, mereka harus bekerja harus dengan riasan dan tampil menarik. Atas aksi serikat buruh ini, perusahaan mengaku kepada media bahwa mereka rugi hingga milyaran. Dan berita ini dibesar-besarkan, hingga membuat opini masyarakat bahwa aksi dari serikat buruh tersebut memberikan dampak yang negatif.
            Tidak hanya sampai disitu, perusahaan juga memanggil aparat keamanan untuk segera mengamankan serikat buruh yang berunjuk rasa. Padahal mereka semuanya perempuan, tetapi dihadapi dengan sejumlah aparat yang bersenjata lengkap.
            Konflik tidak hanya sampai disitu. Ternyata untuk karyawan tidak tetap, terjadi pemotongan gaji dan perubahan status dari karyawan tetap menjadi tidak tetap. Tentu saja tanpa melalui prosedur dan mekanisme dari peraturan yang berlaku. Serikat buruh dari karyawan tidak tetap sepakat untuk bergabung dengan serikat buruh karyawan tetap. Mereka melakukan aksi didepan supermarket, dengan mengajak serta masyarakat. Serikat buruh ini menjadi goyah saat ada berbagai masalah timbul dari keluarga masing-masing. Beberapa memutuskan untuk mencari pekerjaan lain, dan ada juga yang memutuskan untuk menerima kompensasi dari perusahaan. Walaupun mereka mengalami banyak kesulitan, pada akhir film ini mereka kembali berjuang bersama-sama untuk memperjuangkan hak mereka.
Disini diceritak juga bahwa D.O harus bekerja paruh waktu sepulang sekolah untuk dapat membayar biaya darmawisatanya. Saat akan menerima gaji, D.O juga diperlakukan tidak adil dengan tidak memberikan gaji sesuai dengan kesepakatan awal. D.O akhirnya melakukan perlawanan hingga akhirnya dia dipukuli oleh pemilik toko dan membawanya ke kantor polisi. Ibu D.O akhirnya memberikan pembelaan terhadap anaknya, dan akhirnya pemilik toko memberikan gaji sesuai dengan kesepakatan.
            Film ini memang sarat akan isu sosial yang diangkat ke dalam film. Kemungkinan besar banyak anak muda menontonnya karena keberadaan D.O yang sedang menguji kemampuan aktingnya setelah sukses mendapat peran di It’s Okat That’s Love. D.O sendiri adalah salah satu personil EXO yang memiliki fans cukup banyak, dan fans korea terkenal sangat fanatic dan kadang sakit jiwa menurut ku.
            Yang menarik bagiku (selain dengan kehadiran D.O) adalah, tidak banyak film korea yang mengangkat isu sosial, cenderung mengangkat cerita cinta dengan menonjolkan kesempurnaan fisik mereka. Selain itu, hak-hak dari pekerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Aku teringat perkataan temanku, “Pemilik perusahaan itu tidak akan jatuh miskin saat memenuhi hak dari karyawannya”.
           Orang-orang kecil memang sering menjadi pegawai yang kadang hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu, seringkali pimpinan melakukan tindakan seenaknya yang menguntungkan pribadinya dan mengabaikan kesejahteraan karyawannya. Khususnya kepada karyawan perempuan yang terlihat lemah dan menerima keputusan begitu saja. Walaupun sudah diatur oleh undang-undang, tetap saja pemimpin perusahaan memanfaatkan ketidaktahuan karyawannya. Jika karyawan melakukan perlawanan, maka menempuh jalur hukum sebagai tindakan anarkis dan membuat rugi adalah solusinya. Buruh memang selalu dalam kondisi serba salah.

            Aku suka film ini karena D.O, eh bukan, karena alur ceritanya yang tidak biasa. Dari sini kita belajar untuk tetap berjuang untuk mendapatkan hak kita dan perlakuan tidak adil yang diberikan oleh perusahaan di tempat kita bekerja. Kita juga bisa belajar bagaimana proses mengadvokasi tindakan tidak adil tersebut. Akhir kata, saranghae D.O….