Saya tertarik
dengan apa yang terjadi di Perairan Masalembo. Banyak orang menyebutnya
‘Masalembo Triangle’, karena fenomenanya hampir sama dengan ‘Bermuda Triangle’
dan juga karena Masalembo Triangle jika ditarik garis lurus antara 3 daratan
yang berada didekatnya (Pulau Bawean – Kota Majene – Kepulauan
Tengah). Saya sangat tertarik untuk membahas ini karena Perairan ini
disebut angker, tidak jarang ada kecelakaan di perairan tersebut. Sempat ingin
menjadikannya bahan skripsi saya, hanya saja keterbatasan dana untuk melakukan
penelitian ditempat itu yang memakan cukup banyak dana.
Mungkin
pernah mendengar kecelakaan pesawat udara Adam Air penerbangan 574 dengan nomer
ekor PK-KKW pada tanggal 1 Januari 2007. Bangkai pesawatnya sampai sekarang
tidak ditemukan dimana, yang diketahui hanya titik penerbangan terakhir berada
di sekitar Perairan Masalembo.
Ini beberapa
Kecelakaan yang terjadi di Perairan Masalembo
1. Kapal
laut Senopati Nusantara pada tanggal 29
Desember 2006.
2. Kecelakaan
transportasi laut KM Mutiara Indah yang tenggelam di perairan Masalembo pada
tanggal 19 Juli 2007.
3. Pada
tanggal 27 Juli 2007 disusul tenggelamnya KM Fajar Mas, juga di perairan
Masalembo.
4. KM
Sumber Awal di perairan yang sama pada 16 Agustus 2007.
5. Minggu
11 Januari 2009 dini hari, ada juga musibah KM
Teratai Prima yang tenggelam di perairan yang sama.
6. KM Tampomas II juga terbakar dilaut
dan karam di daerah yang sama pada tanggal 27 Januari 1981.
Jika diamati
lebih teliti, bulan terjadinya kecelakaan tersebut adalah pada saat bulan
Januari dan Juni-Juli. Saat itulah pergantian musim di Indonesia terjadi.
Faktor lain yang mendukung adalah, posisi letak Indonesia yang diapit oleh 2
Samudra. Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang dimana karakter dari Perairan
tersebut sangat berbeda. Samudra Hindia yang cenderung hangat dan Samudra
Pasifik yang dingin. Dan Indonesia merupakan tempat pertemuan kedua sifat fisik
perairan tersebut. Ada juga Indonesia yang terdiri dari beberapa lempeng,
sehingga menyebabkan banyaknya Palung di perairan Indonesia. Hal tersebut yang
menyebabkan ada beberapa perairan Indonesia yang kedalamannya belum diketahui.
Untuk lebih
jelas, saya akan coba perinci untuk detailnya.
Pertemuan
ARLINDO (Arus Laut Indonesia)
Arus ini
sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Sedangkan dari Selat Makassar ada arus
lain dari utara yang merupakan thermoklin , atau aliran air laut akibat
perbedaan suhu lautan. Kedua arus ini bertemu di sekitar Segitiga Masalembo.
KM Mutiara
Indah tenggelam di perairan Masalembo 19 Juli 2007
Walau
gerakannya tak kencang, namun tentu saja arus ini akan sangat mempengaruhi
pelayaran laut diwilayah ini. Tentunya arus musiman ini sangat dipengaruhi juga
oleh suhu air laut akibat pemanasan matahari.
Perlu diingat
bahwa lintasan matahari bergerak bergeser ke-utara-selatan-utara dengan siklus
tahunan. Itulah sebabnya pada sekitar bulan Januari merupakan saat perubahan
arus musiman (monsoon).
Apa
menariknya dari ARLINDO ini ? Arus ini membawa air laut dingin dari Samudra
Pasifik ke Samudera Indonesia dengan debit kira-kira hingga 15 juta meterkubik
per detik! Dan hampir keseluruhannya melalui Selat Makassar.
Pencarian KM
Fajar Mas yang tenggelam di perairan Masalembo 27 Juli 2007 lalu disusul
tenggelamnya KM Sumber Awal yang tenggelam di perairan yang sama pada 16
Agustus 2007
Tentunya
aliran air sebesar ini bukan sekedar aliran air saja. Banyak aspek lain yang
ikut mengalir dengan aliran air sebanyak itu, misalnya akan terdapat pula
aliran ikan-ikan laut, aliran sedimen laut dan juga aliran temperatur air.
Apa saja
hubungan efek aliran ini dengan proses kelautannya sendiri? Tentunya banyak
sekali.
Jika
digambarkan secara mudah, barangkali profil Selat Makassar dapat dilihat
seperti dibawah ini.
Pada profil
dasar selat Makassar diatas terlihat batuan Kalimantan dan batuan Sulawesi
berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mencolok antara Indonesia
barat dengan Indonesia Timur.
Kalimantan
merupakan bagian dari Paparan Sunda (Indonesia Barat) sedang Sulawesi merupakan
bagian dari Indonesia Timur. Nah garis yang membaginya dulu diketemukan oleh
Wallace disebut sebagai Garis Wallace (Wallace Line).
Garis Wallace
ini sebenernya hasil penelitian satwa Indonesia Barat-Timur, namun sebenarnya
ada juga implikasi atau manifestasi dari aspek geologis (batuan penyusunnya).
Dari
batuannya kita tahu bahwa dibawah Selat Makasar ini terdapat tempat yang sangat
kompleks geologinya. Dan diatas Selat Makassar juga memilki karakter khusus di
dunia, dimana mengalirkan air yang sangat besar.
Dan tentunya
ada aspek meteorologis yang memisahkan antara daerah diatas air dengan daerah
diatas daratan, yaitu awan. Awan merupakan fenomena khusus yang paling banyak
dijumpai diatas daratan.
Angin juga
akan berhembus karena perbedaan tekanan udara panas. Pada malam hari bertiup angin
darat, sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut.
Perubahan
angin darat laut karena suhu ini berubah dalam siklus harian, namun tentunya
ada juga siklus tahunannya atau disebut siklus monsoon.
Lalu akhirnya
keduanya bertemu menjadi satu, ini mirip dengan perubahan tekanan udara dan
bertemu lalu membentuk layaknya tornado, badai, hurricane ataupun typhoon.
Memang sejak
dulu seringkali yang menyatakan adanya keanehan kompas magnetik apabila melalui
daerah angker ini. Secara fisik (pengukuran magnetik) tidak terlihat anomali
itu.
Hanya
terlihat bahwa Indonesia secara umum merupakan daerah yang memiliki deklinasi
dan iklinasi sangat kecil. Dan merupakan daerah yang memiliki total intensitas
magnetik rendah, barangkali karena Indonesia merupakan daerah yang relatif
“muda” dibandingkan daerah2 lain.
Kalau
dibandingkan dengan Segitiga Bermuda, lokasi Segitiga Masalembo juga tidak
menunjukkan keanehannya. Sepertinya keangkeran segitiga Masalembo ini lebih
ditentukan oleh faktor gangguan alamiah yang bukan mistis.
Yang mungkin
paling dominan adalah faktor meteorologis termasuk didalamnya faktor cuaca,
termasuk didalamnya angin, hujan, awan, kelembaban air dan suhu udara yang
mungkin memang merupakan manifestasi dari konfigurasi batuan serta kondisi
geologi, oceaografi serta geografi yang sangat unik.
Kalau memang
Masalembo Triangle ini banyak menimbulkan masalah transportasi laut dan udara,
tentunya perlu rambu-rambu lalulintas laut dan udara yang lebih canggih
ditempatkan pada lokasi ini.